GOR Lowu-lowu, Pemkot Diduga Serobot Tanah Adat

  • Bagikan
Komisi I DPRD Kota menggelar rapat dengar pendapat antara masyarakat Lowu-lowu dengan Pemkot Baubau, Rabu (3/8). Legislatif coba memediasi persoalan klaim penggunaan tanah adat untuk pembangunan GOR. (Foto: Texandi)
Komisi I DPRD Kota menggelar rapat dengar pendapat antara masyarakat Lowu-lowu dengan Pemkot Baubau, Rabu (3/8). Legislatif coba memediasi persoalan klaim penggunaan tanah adat untuk pembangunan GOR. (Foto: Texandi)

“Dalam mediasi ini saya meminta mari kita turun kroscek di lapangan untuk melihat siapa yang menjual atau yang menghibahkan atau yang mewariskan. Kita harus klarifikasi di lapangan apakah tanah GOR itu cocok dengan yang diklaim masyarakat karena bisa jadi tanah itu di tempat lain,” jelas Syafiuddin di DPRD.

Sejuah ini, beber dia, pihaknya mencatat sudah dua pihak yang mempersoalkan tanah lokasi pembangunan GOR Lowu-lowu itu. Seorang warga lainnya sudah menggugat Rp 20 miliar melalui pengadilan.

“Pada prinsipnya pembangunan harus berjalan. Semua itu untuk kepentingan untuk daerah dan rakyat. Persoalan tanah sudah masuk ke pengadilan dan DPRD, nanti kita bicarakan sesuai mekanisme,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Baubau, Muhammad Yumardin Haerudin menuturkan, ada beberapa kesimpulan yang ditetapkan dalam rapat mediasi persoalan lahan adat lokasi GOR Lowu-lowu itu. Pertama, melakukan peninjauan langsung ke lapangan untuk mengetahui tapal batas yang sertifikat 10 hektar pada Jum’at (5/8).

“Karena pemerintah belum memberikan kepastian proses sertifikat itu, maka kita akan melakukan peninjauan hari Jum’at pagi. Peninjauan itu kita akan turut sertakan dari Pertanahan Pemkot Baubau, bagian aset, dan bagian hukum,” ujar Yumardin.

Selain tinjau ke lapangan, ungkap dia, pihaknya juga akan membawa persoalan itu dalam rapat gabungan komisi. Kemudian, pihaknya juga akan meminta Pemkot Baubau untuk menyiapkan semua dokumen fakta dasar dan pendukung lainnya.

“Dalam rapat tadi, saya menyoroti kerja pemerintah dalam urusan administrasi tidak sempurna. Sertifikat itu lahir harusnya ada dasar. Semestinya sertifikat terbit 2008 itu harusnya ada arsip, tapi ternyata pejabat Tapem belum tahu menahu soal itu,” tandas Politisi PDI-Perjuangan ini.(exa)

  • Bagikan