Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman cepat panen seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian. Program ini diyakni mampu menghasilkan dan menopang ekonomi masyarakat, khususnya di tingkat keluarga.
Kemudian, gerakan tanam pangan panen cepat ini juga menjadi bagian dari upaya menstabilkan harga-harga di Busel, khususnya terkait dengan kebutuhan sayur-sayuran.
“Hasil tanaman ini bisa dijual di pasar. Ketika masyarakat memiliki uang maka akan berdampak pada daya beli masyarakat yang ikut meningkat. Dengan demikian, inflasi kita bisa kendalikan,” ujar mantan Kadis Kesehatan Busel ini.
Dalam upaya pengendalian inflasi daerah, Pemkab Busel mulai menggaungkan program One Day No Rice atau satu hari tanpa nasi atau dapat dimaknai bahwa dalam sehari harus mengkonsumsi hasil komoditi lokal seperti jagung dan umbi-umbian.
Hal ini merupakan upaya sosialisasi bahwa bahan makanan lokal tidak kurang kandungan gizinya. Selain itu, tujuannya juga agar masyarakat tidak lagi bergantung dengan beras.
Menurut Budiman, program One Day No Rice ini telah didukung dengan peraturan bupati (Perbup). Oleh karena itu, untuk memasyarakatkan program ini Pemkab terus bergerak melakukan sosialiasi melalui OPD teknis maupun pemerintah tingkat desa bahkan mitra-mitra pemerintah daerah seperti organisasi PKK maupun Dharma Wanita.
Meski begitu kendala yang dihadapi saat ini adalah minimnya data stok bahan pangan lokal. Budiman mengintruksikan kepada OPD teknis untuk mengumpulkan data terkait stok umbi-umbian dan jagung di setiap kecamatan dan tingkat konsumsi masyarakat akan komoditi lokal tersebut.
Ia menambahkan kegemaran masyarakat untuk konsumsi makanan lokal ini sudah mulai muncul. “Dan ini kita tingkatkan, bila perlu dua atau tiga hari dalam seminggu itu kita konsumsi makanan-makanan lokal,” tutupnya. (aga)