Diungkapkan, strategi perang gerilya, masuk hutan, keluar hutan dijalankan angkatan perang Buton dengan menjadikan belantara Gunung Siontapina sebagai basis pertahanan. Dari aktivitas itulah, Panglima Besar Sultan Himayatuddin kemudian mendapat gelar dari rakyat sebaga Oputa Yi Koo.
Mantan Wakil Ketua DPRD Baubau ini mengungkapkan peristiwa perang berkepanjangan antara Buton versus VOC akhirnya menjadi antitesis dari stigma “persekutuan abadi” Buton-VOC sebagaimana terkonstruksi dan terus-menerus direproduksi dalam historiografi nasional selama ini.
Kata Munafi, mana ada “persekutuan abadi” Buton-VOC sementara kedua belah pihak pernah terlibat perang? Stigma persekutuan abadi Buton-VOC yang direproduksi dalam historiografi selama ini amat merugikan Buton dalam pentas sejarah nasional Indonesia.
“Akhirnya, pengakuan negara (melalui pemberian gelar Pahlawan Nasional kapada Sultan Himayatuddin) menjadi berkah bagi Buton bahwa negeri ini juga turut berkontribusi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah,” tutur Munafi.
“Memang, sejarah adalah apa yang sesungguhnya (sebenarnya) terjadi, bukan apa yang seharunya terjadi. Karena itu butuh kearifan untuk berdamai dengan masa lalu,” pungkasnya.(IRWANSYAH AMUNU)