Alhamdulillah, mereka cari, entah dia dapat atau tidak, tapi yang jelas tidak ada kasus. Itu soal pengungsi. Maka selama saya bupati, pengungsi tidak ada yang ribut-ribut.
Malah pernah dibawakan saya, boleh tanya masih hidup orang-orangnya, ada sisa Rp 700 juta dia bawakan saya. Boleh tanya Samsudin Moni.
Sampai saya panggil dulu, Pak Feto Daud dulu Kepala Kantor Sosial. Pak Feto kan termasuk yang setujui kebijakan? Saya mau dikasih Rp 700 juta, sisa itu? Itu dari mana? Berarti datanya tidak benar? Berarti di mark up datanya? Saya bilang.
Tidak pak (kata Feto Daud), memang saya dilapor tapi itu persetujuan mereka. Saya tidak berani juga menolak. (Kata saya) Oh saya kira kau terlibat.
Maka itu, uang saya suruh kembalikan di bank. Ternyata kesepakan mereka, bangun tiga masjid.
Ini bukan mau cerita, saya juga orangnya tidak jujur amat, tapi itulah faktanya.
Kemudian soal pemekaran, saya tidak ada kepentingan. Kalau nama beda, kalau mau saya urus, sepakat dulu, baru saya urus. Saya tidak mau terulang peristiwa Pasarwajo, Batauga. Itu pengalaman besar buat saya.
Seperti Bombana, keputusan DPRD namanya Moronene atau Buton Barat. Saya bilang, sepakat dulu, saya tidak urus. Akhirnya, rapat, rapat, rapat, dapatlah Bombana.
Ibukota Kasipute dan Boepinang. Saya bilang harus sepakat, saya tidak mau. Akhirnya sepakat, baru saya urus.
Yang tidak sepakat, Wakatobi. Sampai akhir. Makanya waktu kami dipanggil denga Ketua DPRD ke Jakarta, saya usul dua sesuai aspirasi masyarakat. Saya bilang, kembali ke daerah, harus satu.
Saya bilang, kapan terakhir waktu. Minggu depan, katanya di Hotel Hilton dulu.
Malam Senin terakhir. Itu hari Senin kalau begitu kami pulang dulu, kebetulan masih ada waktu. Insyaallah hari Minggu saya sudah disini. Kami paripurna lagi rapat DPRD di Buton, nanti hasilnya saya bawa hari Minggu.
Jadi, Ketua DPRD Pak Siradjudin masih ada. Ketika paripurna dia tanya saya, kita pilih yang mana. (Saya katakan) Jangan pilih Pak, bahaya itu.
Jadi, kirim dua-dua. Yang penting masyarakat lihat, kita berjuang sampai akhir.
Sampai Jakarta, saya minta Pak Arumi sebagai perwakilan DPRD Kaledupa, dan Pak Oli Kayum Bolu, mewakili Wakatobi.
Saya minta, bapak-bapak duduk di belakang saya. Rekam pembicaraan saya, jangan sampai saya dianggap memihak.
Saya tidak mau ribut lagi seperti Batauga dengan Pasarwajo dulu. Saya pusing.
Nah, begitu dipanggil Ketua Komisi II di Hotel Hilton, karena besok sidang paripurna. Dia bilang, bagaimana Buton? (Saya katakan) Sudah selesai pak. Ini hasilnya.
Dia merah mukanya, (Kata dia) ini masih dua. Kalau tidak saya tolak.
Saya bilang betul pak ketua. Kami di daerah sudah berusaha untuk memilih satu, tapi tidak bisa.
Kenapa? Kami tidak terlalu paham syarat ibukota daerah otonom baru. Sementara bapak-bapak saya sudah bawa di Kaledupa untuk lihat sendiri. Saya sudah bawa di Wangi-wangi lihat sendiri. Bapak saja yang pilih secara aturan, karena sudah lihat sendiri.
Pusing dia. Akhirnya dia pijit kepalanya sambil bilang begini, oke kalau kami pilih disini, kalau daerah ribut tanggungjawab siapa? Ah, kalau itu saya tanggungjawab. Baru saya pulang.
Jadi waktu dipilih Wangi-wangi, saya tidak ada disitu. Oli Kayum dan Arumi sudah pulang. Alhamdulillah tidak ada keributan kan?
Itu saya bilang. Benar, tidak ada yang bertanya. Saya langsung berangkat ke Jakarta, pergi umrah.
Dua hal, akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan stabilitas, itu yang menjadi identitas ketika menjadi bupati saat itu?
Saya kira stabilitas oke, akuntabilitas keuangan oke. Inilah yang diperlukan Ibu Tina dari saya. Makanya dia mau pasangan dengan saya.
Terakhir terkait elektabilitas, saya kira pasangan ini (Tina Nur Alam-Sjafei Kahar) adalaah pasangan yang memiliki elektabilitas paling tinggi dibandingkan dengan pasangan yang lain?
Dengar-dengar survei kami yang tertinggi sekarang.
Bisa dikatakan ini pasangan kuat untuk memenangkan Pilgub Sultra nanti?
Ada yang Maha Kuat, Allah SWT.
Apa yang mau disampaikan kepada masyarakat supaya mendapatkan pencerahan terkait peristiwa politik kemarin?
Masyarakat Sulawesi Tenggara terutama, memang saya sudah diisukan bahwa saya ini pindah-pindah partai. Tapi kan biasa pindah-pindah partai. Bukan hal yang haram.
Habis keluar, masuk lagi, bukan hal yang haram. Dan saya sampaikan, saya sekarang kader aktif Partai Golkar Provinsi DKI Jakarta.
Ada lagi yang mau disampaikan?
Artinya karena saya ini pernah diisukan oleh tokoh Golkar Sulawesi Tenggara bahwa saya bukan kader partai lagi. Ya, memang bukan kader partai lagi di Sulawesi Tenggara, tapi saya di DKI Jakarta.
Terimakasih banyak atas pencerahannya, Assalamu Alaikum Wr Wb?
Waalaikumussalam Wr Wb. Merdeka. Allah Akbar.(***)