SJAFEI Kahar terus bergerak. Belum lama ini, Ia mengumpulkan sejumlah tim pemenangannya di Salsa Resort.
Memulai, acara Sjafei Kahar menyapa sejumlah pendukungnya. Pertama, dari Kolaka, dipimpin Ratulangi. Malam itu mereka hadir sekitar 30 orang.
“Siap menangkan Ruksamin-Sjafei Kahar,” kata Sjafei disambut dengan kata siap dari hadirin.
Kedua, rombongan dari Bombana. “Bombana dan Kolaka ini kalau Bombana ini saudara-sudara dari Sulawesi Selatan semua ini. Ndak ada dari Buton. Bagaimana Bombana, siap menangkan Ruksamin-Sjafei Kahar. Alhamdulillah,” kata Sjafei lagi.
“Wakatobi, siap menangkan Sjafei Kahar,” ucapnya.
“Muna, kelahiran saya. Siap berdiri,” kata Sjafei disambut pekikanpuluhan,”Siap gas pool.”
Sjafei menerangkan, beberapa hari lalu agak dipermalukan oleh kebijakan partai. Tadinya sudah berpasangan Tina Nur Alam, ternyata diganti dengan anak-anak.
Lalu istrinya telepon, anak, dan menantunya yang menanyakan kesehatannya. Tiap jam hampir telpon terus. Belum lagi dari tim yang terus menanyakan perkembangan. Maka itu, Sjafei memutuskan dijawab di Baubau karena pengaruh signal.
“Tiba, sempat saya telepon Pak Ratulangi dari Undulako, tim dari Wakatobi. Kemudian Muna,” ujarnya. Apalagi timnya masih sepupu dua kalinya.
“Saya kasih tahu istri, anak, ndak usah lagi gelisahkan saya. Tidak akan mungkin saya sakit karena saya kehilangan dunia, tidak mungkin. Dunia bagi saya itu kan sandiwara aja,” paparnya.
Hingga Ia dikhawatirkan stroke. “Kalau saya, insyaallah tidak akan stroke karena duniaku hilang. Karena dunia tanpa hilang juga kita tinggalkan, istri kita tinggalkan, anak kita tinggalkan, harta kita tinggalkan, jabatan kita tinggalkan. Lalu untuk apa kita sakitkan itu,” paparnya.
“Maka biar cair, kita tidak usah larut dengan kesedihan permainan poluteki itu. Politik, kalau bahasa Buton poluteki. Saya pulang, dengan saya lupakan semua. Ternyata kemarin saya dihubungi tim intinya Ruksamin, dikasih bicara, diajak berpasangan. Ya mari, kita berpasangan lagi,” bebernya.
Diakui, karena faktor umur Sjafei tidak ingin terjun lagi ke politik. Namun setelah dipikir, kadang kita tidak konsisten. Bicara Sarapatunga, Poangka-Angkataka, Pomaamasiaka, begitu pelantikan jabatan, banyak non job.
“Mana Pomaamasiaka, masih ada yang non job, poangka-angkataka. Saya menjabat sepuluh tahun enggak ada non job, kecuali memang dia parah,” paparnya.
Kalau non job, kata Sjafei, bukannya hanya pejabat tersebut yang merasakan, tapi termasuk istrinya, anaknya, keluarganya. “Mungkinannya masih kuliah, karena tidak konsistennya cara berpikir kita,” tambahnya.
“Akhir-akhir ini kan ada bicara empat pilar. Dulu kalau empat pilar itu pendiri atau daerah penyangga Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Buton, Muna, Kendari, Kolaka. Sekarang empat pilar dibawa ke etnis, Konawe, Muna, Buton, Moronene,” papar Sjafei.
Diakui, bicara kepemimpinan, Sjafei mengaku paling keras bicara itu, harus dari empat pilar. Karena semua provinsi juga begitu, punya komitmen tidak mau gubernurnya dari daerah lain.
“Kita juga begitu. Soal dia maju haknya, tidak boleh dihalangi. Ya siapapun yang maju, tidak bisa dihalangi, Undang-Undang menjamin. Tapi kita kan mengajak saudara kita, keluarga kita. Masa kita punya daerah, kita kasih orang. Kalau kita kasih orang, lalu kita ini mau gubernur dimana lagi,” tanya Sjafei.