“Kalau saja perencanaannya tepat, terminal ini bisa jadi pusat aktivitas ekonomi. Sekarang malah anak-anak yang menyelamatkannya lewat olahraga. Semoga proyek-proyek lain tak berakhir seperti ini—dibangun megah, tapi fungsinya entah ke mana,” sindir Rohim dengan nada kritis.
Ia menambahkan, kondisi ini seharusnya jadi perhatian pemerintah. Menurutnya, semangat olahraga masyarakat sudah ada, namun tidak didukung dengan fasilitas yang memadai.
“Kalau ada lapangan yang layak, kegiatan ini bisa lebih terarah, bahkan bisa muncul bibit atlet dari sini,” lanjutnya.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa olahraga tetap hidup di tengah keterbatasan. Warga Bugi membuktikan bahwa semangat sehat dan kebersamaan bisa tumbuh dari tempat yang tak lagi digunakan sebagaimana mestinya.
Menurutnya, potensi pembinaan olahraga di tingkat kelurahan sangat besar, tinggal bagaimana pemerintah merespons kreativitas dan kebutuhan nyata masyarakat.
Meski lahir dari keterbatasan, inisiatif warga Bugi menghidupkan kembali terminal mangkrak sebagai ruang olahraga menjadi bukti bahwa semangat tidak bisa dibatasi oleh infrastruktur. Kini tinggal bagaimana pemerintah melihat potensi ini sebagai peluang, bukan sekadar pemandangan tak biasa.
Sebab jika ruang terbengkalai saja bisa jadi lapangan, bayangkan apa yang bisa tercipta dengan perhatian dan dukungan yang layak.(CJ STKIP Pelita Nusantara Buton/iwn)
