Catatan: Irwansyah Amunu
PEMBANGUNAN jembatan Buton Muna (Tona) rupanya telah dirancang sejak masa Gubernur Sultra, Alala. Jika direalisasikan pada masa Gubernur Andi Sumangerukka (ASR), maka butuh waktu lima gubernur defitif baru teralisasi. Berikut petikan wawancara saya kepada Senator Sultra, Dr H MZ Amirul Tamim bertajuk Jalan Pintas Kepton.
Menjadi salah satu narasumber di Musrembang RPJMD Kota Baubau terkait Baubau kota masa depan, tujuh tingkat, tiga generasi, banyak mengundang atensi dari publik untuk mengetahui lebih dalam soal hal tersebut. Bisa bapak menjelaskannya?
Baubau kota masa depan, secara administratif dalam sejarahnya, dulu dia pernah menjadi ibu kota Sulawesi Tenggara, sebelum Sulawesi Tenggara jadi kabupaten.
Kemudian ketika Sulawesi Tenggara menjadi kabupaten, Sulawesi Tenggara pisah dari Sulawesi Selatan. Terdiri dari empat kabupaten kabupaten, Buton, Muna, Kendari, dan Kolaka.
Baubau menjadi ibu kota Kabupaten Buton dalam sejarahnya. Kemudian tahun 1982 ciri kekotaannya menonjol, sehingga dia dijadikan kota administratif. Jadi, ada berapa kota yang bukan ibu kota provinsi, menjadi kota administratif.
Seperti Kendari pernah menjadi kota administratif, Palu sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Dan salah satunya Baubau yang bukan ibu kota provinsi, menjadi kota administratif.
Kemudian pada waktu era otonomi, dua pilihan, mau jadi lebur menjadi bagian daripada Kabupaten Buton atau meningkat status menjadi kotamadya atau daerah kota sebagai daerah otonom. Yang status kota administratif tidak mau beralih naik status, yaitu Bone.
Sehingga sejarah Baubau, dia lahir sebagai kota otonom pada tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undangnya. Seperti itulah perjalanannya, dan saya secara pribadi menjadi Wali Kota Baubau tahun 2003 diawal. Itu sejarah singkatnya.
Kita bicara Baubau sebagai kota masa depan, kemarin sempat kita didatangi oleh Menteri PU. Ia meninjau jembatan Buton-Muna dan beberapa wilayah yang didatangi di Pulau Buton. Bagaimana bapak melihatnya?
Saya kira itu sebagai rangkaian panjang untuk bagaimana menghubungkan dua pulau, Muna dan Buton. Jadi, kalau seingat saya, Pak Alala gubernur, Ketua Bappedanya Pak Kaimoeddin.
Dirancanglah untuk melakukan studi awal, kemungkinan bagaimana jembatan menghubungkan Buton Muna waktu itu. Tapi kan pada era itu belum otonomi, masih
sentralisasi.
Kemudian Pak Alala dengan program Gersamata, harus kita apresiasi pada waktu itu. Semua kawasan menjadi kawasan Gersamata yang berfokus pada pertanian.
Ketika Pak Kaimoeddin, saya kira itu tetap beliau menjadi gubernur, untuk bagaimana Buton-Muna ini.