KPK Telusuri Dugaan Aliran Suap Bupati Koltim Abdul Azis

  • Bagikan
OTT KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis sebagai tersangka terkait kasus pembangunan rumah sakit daerah di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Sabtu (8/8/2025) dini hari. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

BUTONPOS-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami dugaan aliran suap yang diterima Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis (ABZ) ke berbagai pihak, termasuk kemungkinan ke Partai Nasdem. Proses penelusuran ini masih berada di tahap awal.

Hal ini setelah KPK menetapkan Bupati Koltim Abdul Azis sebagai tersangka pemerimaan suap pembangunan RSUD tipe C dari dana alokasi khusus (DAK) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain Abdul Azis, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka.

Mereka di antaranya PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); PPK proyek pembangunan RSUD Koltim, Ageng Dermanto (AGD); pihak swasta PT Pilar Cerdas Putra (PCP), Deddy Karnady (DK); pihak swasta KSO PT PCP, Arif Rahman (AR).

“Tentu ini sedang didalami kemana saja aliran dana yang diterima oleh saudara ABZ. Termasuk juga apakah dibelikan properti, atau juga misalkan ke partai dan lain-lain,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8) dini hari.

Penangkapan terhadap Abdul Azis dilakukan saat hendak menghadiri Rakernas Partai Nasdem di Makassar, Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis (7/8) malam. KPK memastikan, Abdul Azis ditangkap sebelum gelaran Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem.

Asep menegaskan nilai komitmen fee yang disepakati mencapai 9 persen dari total anggaran proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur yang bernilai Rp 126,3 miliar.

“Jadi kalau 9 persen dari Rp 126 miliar tadi, itu kira-kira sekitar Rp 9 miliaran. Ini juga progres pembangunannya baru sekitar antara dua puluh sampai tiga puluh persen,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, KPK memutuskan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) lebih awal untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar.

“Seperti yang sudah-sudah, KPK memilih untuk cepat menangani perkara ini, cepat melakukan tindakan tangkap tangan ini, dalam rangka untuk menghindari dampak buruk yang lebih besar,” tegas Asep.

  • Bagikan