Nasrudin Lamabalawa Gugat Rektor dan Ketua BPH UM Buton

  • Bagikan
Nasrudin Lamabalawa (baju merah) usai menghadiri mediasi di PN Baubau, belum lama ini. Ia menuntut ganti rugi atas pemecatan dirinya sebagai dosen tetap program studi pendidikan agama Islam di UM Buton. (Foto Istimewa)
Nasrudin Lamabalawa (baju merah) usai menghadiri mediasi di PN Baubau, belum lama ini. Ia menuntut ganti rugi atas pemecatan dirinya sebagai dosen tetap program studi pendidikan agama Islam di UM Buton. (Foto Istimewa)

BAUBAU – Nasrudin Lamabalawa menggugat Rektor dan Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah (UM) Buton. Ia menuntut ganti rugi atas pemecatannya sebagai dosen tetap di kampus tersebut.

Gugatan Nasrudin teregistrasi di Pengadilan Negeri (PN) Baubau dengan Nomor Perkara: 23/Pdt.G/2022/PN Bau. Pun, PN Baubau telah berupaya memediasi penggugat dan tergugat pada 16 Agustus 2022 lalu, namun belum ada kesepakatan.

Berdasarkan laman SIPP PN Baubau, Nasrudin menuntut ganti rugi materil dan immateril sebesar Rp 235.700.000. Rinciannya, kerugian materil yang harus dibayar oleh pihak UM Buton sebesar Rp 135.700.000 dan immateril berupa gaji sertifikasi yang dibayar oleh Kementerian Agama sebesar Rp 100 juta.

“Saya menuntut kerugian materil berupa gaji selama 23 bulan sejak diberhentikan sebagai dosen tetap. Kemudian, kerugian tunjangan sertifikasi yang harus dibayarkan oleh negara terhitung 23 bulan juga,” kata Nasrudin kepada wartawan, Senin (22/8).

Nasrudin melayangkan gugatan lantaran merasa pemecatan dirinya dilakukan sewenang-wenang dua tahun silam. Ia didepak sebagai dosen tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam berdasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua BPH UM Buton Nomor: 612/Tahun 1441 H/2020 M Tertanggal 15 Dzulhijjah 1441 H/05 Agustus 2020.

“Dasar (pemberhentian) karena saya telah melakukan asusila dan amoral melalui media sosial. Pertanyaannya, kalau asusila dan amoral itu pasti pidana harus ada korban. Sampai sekarang tidak ada korban dan tidak laporan polisi, apalagi putusan inkrah dari pengadilan,” tuturnya.

Semestinya, menurut dia, perbuatan menodai nama baik UM Buton yang ditudingkan kepada dirinya itu terlebih dahulu dibuktikan secara hukum. “Saya anggap SK pemberhentian itu cacat hukum dan dilakukan secara sepihak,” tandas pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.

Jauh sebelum menggugat perdata, tambah dia, pihaknya juga sudah berupaya melakukan pendekatan persuasif dan kekeluargaan dengan bersurat pimpinan wilayah dan pimpinan pusat Muhammadiyah. “Semua mengatakan masalah ini dikembalikan ke Rektor,” pungkasnya.

  • Bagikan