Jauh sebelum menggugat perdata, tambah dia, pihaknya juga sudah berupaya melakukan pendekatan persuasif dan kekeluargaan dengan bersurat pimpinan wilayah dan pimpinan pusat Muhammadiyah. “Semua mengatakan masalah ini dikembalikan ke Rektor,” pungkasnya.
Terpisah, kuasa hukum Rektor dan Ketua BPH UM Buton, Amrun Kahar mengatakan, pihaknya merasa pemberhentian penggugat sebagai dosen tetap telah melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Rektor UM Buton. Di mana, penggugat diyakini telah melakukan pelanggaran akademik atas dugaan pornografi.
“Kami tidak perlu melaporkan dugaan asusila ke pihak kepolisian, yang penting yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya. Tidak ada aturan internal bahwa harus menunggu keputusan pengadilan baru diberhentikan,” jelas Amrun dikonfirmasi di kampus UM Buton.
Ia menegaskan, pihaknya juga sudah cukup siap menghadapi gugatan yang dilayangkan Nasrudin Lamabalawa. Pihaknya akan membeberkan fakta-fakta dan sebab musabab terbitnya SK pemberhentian penggugat sebagai dosen tetap UM Buton.
“Hak semua orang untuk melayangkan gugatan apabila merasa hak-haknya dilanggar. Tapi kami juga merasa tidak semena-mena memberhentikan, semua sudah melalui tahapan dan prosedur peraturan Rektor UMB,” beber dosen Fakultas Hukum UM Buton ini.
Menurut dia, pihaknya menilai inti dari gugatan penggugat bukan untuk menggugurkan SK pemberhentian Nasrudin. Penggugat lebih mengarah pada tuntutan ganti rugi pembayaran gaji dan sertifikasi pasca diberhentikan.
“Kami merasa UM Buton tidak perlu dan tidak ada pembayaran ganti rugi. Karena sejak SK pemberhentian itu, maka otomatis hak-haknya putus. Apanya yang mau diganti rugi kalau hak-haknya sudah tidak ada,” tandas Amrun.(exa)