Katapayi Sulaa, Kuliner Kampung yang Merangsek ke Belgia

  • Bagikan
Kepala Produksi Koperasi Katapayi Sulaa, Linda Paliran menunjukkan produk ikan asap yang baru setengah kemasan. Sampel ikan asap Katapayi Sulaa diklaim sudah masuk ke negara Belgia. (Foto Texandi)
Kepala Produksi Koperasi Katapayi Sulaa, Linda Paliran menunjukkan produk ikan asap yang baru setengah kemasan. Sampel ikan asap Katapayi Sulaa diklaim sudah masuk ke negara Belgia. (Foto Texandi)

Katapayi Sulaa kini tidak cuma dikonsumsi penduduk Kota Baubau. Kuliner kampung berbahan dasar ikan Cakalang atau Tuna segar itu berpotensi merangsek ke pasar luar negeri.

Laporan: Texandi/Baubau

PINTU bangunan permanen sederhana itu tampak masih terbuka di sore hari 26 September 2022. Tetapi, di dalam tidak ada aktivitas apapun. Hanya baliho etalase dan baliho bertuliskan alur produksi.

Ya, gedung mini itu merupakan rumah produksi. Sebuah tempat usaha yang khusus memproduksi Katapayi alias ikan asap. Posisinya berada di area kompleks perumahan wilayah Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari. Kegiatan biasa dimulai pagi sekira 06.30 Wita, tapi belum reguler seperti pabrik besar.

Usaha kuliner tradisional tersebut dirintis pada tahun 2016 silam. Mulanya berbentuk katering yang melayani hajatan orang-orang. Pelopornya 10 perempuan berstatus susah ekonomi. Industri rumahan itu sempat bertahan tiga tahun.

Bisnis jasa boga itu terpaksa vakum sesaat akibat dihantam pandemi Covid-19. Untung saja ada NSLIC ( National Support for Local Investment Climates )-sebuah program kerja sama antara Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia dan pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC).

“Karena pandemi tahun 2019 sehingga kita tidak kegiatan lagi. Tidak lama NSLIC membina kami. Kemudian kita membentuk koperasi dan beralih (fokus) mengelola ikan asap. Sekarang koperasi usaha beranggotakan 32 orang,” kata Kepala Produksi Koperasi Katapayi Sulaa, Linda Paliran.

Linda Paliran tinggal tidak jauh dari rumah produksi, jaraknya sekitar lima meteran. Ia seorang perempuan bersuami yang paling aktif membumikan brand Katapayi Sulaa. Ibu tiga anak ini terlihat selalu hadir dalam pameran produk baik tingkat lokal maupun Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Kita produksi fokus ikan asap mulai 2020. Alatnya juga sudah menggunakan oven stainless (anti karat) dengan bahan bakar tempurung kelapa. Dulu satu kali produksi maksimal hanya 40 ekor, itupun ikan utuh. Sekarang ini ditiris per kilogram, sehari 80 sampai 100 kilogram,” ujarnya.

Katapayi Sulaa sekarang dikemas lebih modern dibanding sebelumnya. Sarana pemasaran juga sudah menyentuh teknologi digital mulai media sosial, e-katalog lokal hingga market place. Benar saja, Katapayi Sulaa tertera di Shopee seharga Rp 140 ribu. Cara ini kian meluaskan jangkauan konsumen sampai ke luar daerah sebagai oleh-oleh khas Baubau.

“Pemesanan kita tidak batasi karena memang pengiriman pakai perusahaan jasa kurir. Jadi mereka (pembeli) menanggung ongkos kirim. Sejauh ini, kita sudah pernah kirim ke Jawa Barat, Jakarta, Jogjakarta, Balikpapan, Lampung Papua, Palu. Bahkan pernah dibawa ke Malaysia sebagai oleh-oleh. Pokoknya sudah ke mana-mana,” ungkapnya.

Sebulan, omzet Katapayi Sulaa Rp 15-20 juta. Uang itu dicatat koperasi. Nantinya, Sisa Hasil Usaha (SHU) akan dibagikan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap akhir tahun. Penerima keuntungan itu adalah anggota koperasi yang dulunya pengangguran.

“Saat ini transaksi pembayaran rata-rata secara digital. Pembeli di pameran Hari Ulang Tahun provinsi kemarin semua bayar lewat QRIS (Quick Respone Code Indonesian Standard). Di rumah produksi juga sudah tersedia barcode QRIS. Jadi, pembayaran bisa non tunai, bisa kes,” terangnya.

Tidak sampai di situ, aroma Katapayi Sulaa mulai merangsek ke Belgia. Sampel produk yang telah mengantongi berbagai sertifikat (GMP, NIB, SPP-IRT, dan Halal) itu sudah dibawa ke negara Eropa Barat itu untuk dilakukan kurasi.

  • Bagikan

Exit mobile version