Ia miris, siapa pun pemimpin Baubau, selalu masuk 10 besar nasional untuk tingkat inflasi tertinggi. Setelah diamati masalahnya ada di pelabuhan. Maka itu harus dipisah antara fungsinya sebagai pelabuhan penumpang dan barang.
Tidak rasional, seluruh transportasi laut yang mengarah ke Sulawesi Tenggara melewati Baubau. Selanjutnya Raha dan Kendari. “Tapi aneh bin ajaib lebih mahal barang di Baubau ketimbang Raha dan Kendari,” ujarnya.
Bayangkan, kata Mustari, kapal barang baru bongkar 10 ton, masuk KM Rinjani, terpaksa mundur. Begitu Rinjani berangkat, sandar lagi kapal barang. “Baru 1000 ton bongkar semen, datang lagi Kerinci. Kan itu high cost,” jelasnya.
Kata Mustari, perusahaan tidak mau rugi. Salah satunya jalan, naikan harga barang. Yang rugi masyarakat, sehingga investasinya agak terganggu.
Kedua, penataan ruang.
Diuraikan, sampai hari ini anomi masyarakat Baubau untuk menjadikannya sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Tapi tidak pernah kaji soal tata ruang.
Bisa dibayangkan, kata dia, acara hiburan di Baubau, macet. Bagaimana kalau tambah 50 dinas lebih, provinsi dan intansi vertikalnya? “Tidak akan ada orang Baubau yang naik kendaraan, pasti jalan kaki semua ke kantor. Saya sudah kaji,” tukas alumni Manajemen Perkotaan ini.
Menurutnya, dalam kondisi hari ini, Baubau tidak akan mampu memikul beban sebagai ibukota provinsi. “Kita harus ambil Bosoa, Kamelanta baru bisa. Itu hanya dengan sebuah Peraturan Pemerintah, tidak perlu pakai Undang-Undang” jelasnya.
Ketiga, aspek budaya.
Diungkapkan, seluruh hinterland mengakui Baubau adalah pusat kebudayaan Buton. Tapi apa atraksi budaya yang bisa dipertontan kepada dunia luar.
Hari ini, tambah Mustari, harus tracking dan asesmen, atraksi budaya yang bisa mewakili semua orang Buton. “Makanya harus ada Malige raksasa, tempat posounya masyarakat Baubau. Posuo massal, tidak satu pun orang Buton yang tidak Posuo anaknya, tidak akan bisa kawin,” paparnya.
Bila kurang uang, jelas Mustari, biasanya panggil orang tua untuk mandikan anaknya dengan air Posuo. Tetapi kalau pemerintah memberikan subsidi, Rp 5 miliar cukup.
“Adakan Posuo massal, jadikan kalender internasional. Setiap libur sekolah harus ada Posuo massal di Baubau. Orang-orang Buton yang ada di Kalimantan, Malaysia, Papua, Maluku sana kasi datang di Baubau untuk Posuo anaknya,” urainya.
“Bagaimana kira-kira multiplayer efeknya,” tanyanya. Delapan hari, delapan malam Posuo, malam hari adakan atraksi budaya lainnya.(IRWANSYAH AMUNU)