GOR Lowu-lowu, Pemkot Diduga Serobot Tanah Adat

  • Bagikan
Komisi I DPRD Kota menggelar rapat dengar pendapat antara masyarakat Lowu-lowu dengan Pemkot Baubau, Rabu (3/8). Legislatif coba memediasi persoalan klaim penggunaan tanah adat untuk pembangunan GOR. (Foto: Texandi)
Komisi I DPRD Kota menggelar rapat dengar pendapat antara masyarakat Lowu-lowu dengan Pemkot Baubau, Rabu (3/8). Legislatif coba memediasi persoalan klaim penggunaan tanah adat untuk pembangunan GOR. (Foto: Texandi)

BAUBAU – Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau kembali menghadapi konflik agraria terkait pembangunan Gedung Olah Raga (GOR) di Kelurahan Lowu-lowu Kecamatan Lealea. Kali ini, aksi protes datang dari kelompok warga perwakilan adat setempat.

Masyarakat merasa tanah di lokasi itu belum pernah dikompromikan sebelumnya untuk pembangunan lokasi GOR Lowu-lowu. Masalah ini sampai-sampai dibawa ke DPRD Kota Baubau. Pun Komisi I DPRD Baubau sudah melakukan mediasi awal antara masyarakat dengan pihak Pemkot Baubau, Rabu (3/8).

“Kami punya adat di kampung sana. Sampai hari ini status tanah GOR itu belum ada konsensus bersama antara pemerintah dengan masyarakat sebagai pemilik lahan,” kata perwakilan pemuda Lowu-lowu, Harlin Toria dikonfirmasi usai rapat dengar pendapat di kantor DPRD Baubau.

Tuntutan masyarakat adat, ujar dia, meminta status perolehan lahan GOR Lowu-lowu itu dibuat terang benderang. Sebab, selama ini tanah itu dibiarkan kosong, tidak ada seorang pun yang berani orang gunakan tanpa seizin masyarakat.

“Itu bukan tanah orang per orang, bukan punya kepala desa atau camat. Itu Milik bersama, masa kemudian tiba-tiba digunakan begitu saja tanpa ada pembicaraan dengan ulayat. Kesannya ini merampok tanah ulayat. Tanah pekuburan saja yang mungkin cuma satu hektar itu susah kita dapatkan di sana. Ini mereka mengambil sampai 20 hektar,” tuturnya.

Kendati begitu, tegas dia, pihaknya tidak akan menghalang apalagi menghentikan pembangunan GOR yang sementara berlangsung. Pihaknya bahkan mengapresiasi pemerintah yang telah menempatkan GOR di Lowu-lowu.

“Cuma caranya yang tidak benar, kok tiba-tiba ada sertifikat (hak pakai). Apalagi di situ ada mangrove. Ini harus kita dudukan bersama mencari tahu siapa yang menghibahkan tanah itu atau siapa yang menjual. Kalau itu ada yang jual atau hibahkan, maka harus bertanggung jawab,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Kabag Hukum Setda Baubau, Syafiuddin Kube mengatakan, 10 hektar tanah lokasi pembangunan GOR Lowu-lowu itu sudah memiliki sertifikat hak pakai atas nama Pemkot Baubau sejak tahun 2008 lalu. Di samping itu, menurut mantan Kepala Dispora Baubau La Ode Darussalam di lokasi tersebut ada tanah cadangan seluas 10 hektar.

  • Bagikan