Baubau Daerah Paling Buncit Bikin Unit Metrologi Legal

  • Bagikan
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Baubau menggelar sosialisasi kemtrologian di ruang rapat kantor Wali Kota, Senin (12/12). Pemkot Baubau kini mulai serius membentuk UML.(Foto Texandi)
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Baubau menggelar sosialisasi kemtrologian di ruang rapat kantor Wali Kota, Senin (12/12). Pemkot Baubau kini mulai serius membentuk UML.(Foto Texandi)

BAUBAU – Kota Baubau rupanya menjadi daerah terakhir atau paling buncit yang belum memiliki Unit Metrologi Legal (UML). Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Dagperin) kini mulai sibuk mengurus pendirian satuan yang memeriksa kevalidan alat takar pedagang itu.

Padahal, Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 mewajibkan setiap pemerintah kabupaten/kota untuk melindungi kepentingan umum dalam hal pengukuran dengan membentuk UML. Hal ini diungkapkan Heru Suborto, Ketua Tim Pembinaan Percepatan Pembentukan dan Operasional UML Direktorat Metrologi Bandung Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.

“Tetapi sayangnya entah bagaimana Kota Baubau ini merupakan kota terakhir di Indonesia yang justru belum berdiri metrologi-nya,” kata Heru dikonfirmasi usai memberikan sosialisasi kemtrologian di ruang rapat kantor Wali Kota Baubau, Senin (12/12).

Sebenarnya, ujar dia, Kemendag pernah mengalokasikan bantuan seperti gedung, mobil, dan alat-alat tera kepada pemerintah daerah. Pihaknya menduga miskomunikasi dan transisi pergantian pejabat daerah menjadi penyebab bantuan waktu itu tidak dieksekusi.

“Untungnya, beberapa bulan lalu pak Nasir dari Dinas Perdagangan Kota Baubau datang di kantor pusat kami di Bandung meminta arahan tentang cara berdirinya UML ini. Jadi, Pemkot Baubau harus menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan mulai dari gedung, peralatan, orang dan dokumen lainnya,” jelasnya.

Ia mengakui, Sumber Daya Manusia (SDM) atau tenaga tera tidak bisa orang sembarangan. Mereka harus memiliki kompetensi. Pun, saat ini dua orang utusan Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau sedang menjalani pendidikan dan pelatihan khusus tera.

“Setelah dilakukan penilaian bahwa sudah cukup, barulah kami berikan kewenangan ke Baubau untuk melakukan tera. Sehingga kota yang begitu besar dengan perputaran ekonomi tinggi nanti sudah dapat dipastikan kebenaran alat ukur dalam proses transaksi perdagangan,” imbuhnya.

Lebih jauh, menurut dia, volume produk atau komoditi yang dijual pedagang berpotensi tidak sesuai jika alat ukurnya tidak diperiksa menggunakan tera standar. “Kerugian bukan hanya dialami konsumen saja, tapi bisa juga penjual merugi ketika alat ukurnya tidak dijamin kebenarannya,” tandasnya.

  • Bagikan