Berdasarkan data tersebut akan diprediksi bahwa peran generasi milenial dan generasi Z akan mendapat proporsi besar dalam pemilu 2024 mendatang. Selain itu juga, data KPU menunjukan pemilu 2019 menunjukan pemilih muda mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih atau sebesar 35-40%. Dan pada 2024 ini diprediksi jumlah pemilih muda akan meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Aris (2020) menyatakan bahwa trend angka partisipasi pemilih terlihat mengalami penurunan, baik untuk pemilihan umum, pemilihan presiden, maupun kepala daerah. Tingkat partisipasi politik pada pemilu pertama tahun 1955 sampai 1997, kemudian pada masa reformasi yaitu tahun 1999 sampai sekarang masih cukup tinggi yaitu berada kisaran 90 persen ke atas.
Data menunjukan bahwa jumlah golput secara signifikan baru terjadi pada pemilihan langsung yang dimulai lewat pemilu legislatif dan presiden tahun 2004 yakni sebesar 15,9 persen dan partisipasi politik hanya 84,1 persen. Bahkan untuk Pilpres putaran I dan II tahun itu mengalami penurunan yakni tingkat partisipasi politik putaran I 78,2 persen dan
putaran II 76,6 persen dengan tingkat golput masing-masing sebesar 21.18 persen
dan 23,4 persen.
Pada pemilu legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat 29,1 persen. Pada pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen. Kemudian pada pemilihan legislatif tahun 2014 angka partisipasi politik mencapai 75,2 persen dan golput mencapai 24,8 persen, sedangkan pemilihan presiden tahun 2014 partisipasi politik mencapai 70,9 persen dan angka golput 29,1 persen.
Data tersebut menunjukan tingkat golput yang terus meningkat dari pemikunke pemilu. Lantas bagaimana dengan 2024 nanti yang jumlah pemilih akan didominasi oleh pemuda?
Survey yang dilakukan oleh Universitas Siswa Bangsa Internasional. Survei bertema “Political Marketing: Exploring Student’s Aspiration and Intention to Vote” itu menunjukan sebanyak 53,23 persen responden menyatakan absen menggunakan hak suara atau golongan putih (golput).
Menurut Adler yang juga Dekan Fakultas Bisnis USBI, pemilih muda cenderung menganggap partai politik tidak melakukan apa pun untuk negara dalam berbagai bidang isu.
Ada delapan bidang isu yang dijadikan poin penilaian, yakni ekonomi, politik, hukum, sosial, keamanan, pendidikan, teknologi, dan kebudayaan. Dalam isu ekonomi, sebesar 24,6 persen responden menganggap tidak ada parpol yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi. Tentang isu politik, sebanyak 43,62 persen responden menilai parpol tidak mampu menangani problematika politik. Parpol juga dinilai tidak dapat menegakkan sistem hukum yang baik (47,43 persen), dianggap gagal memperbaiki masalah sosial (45,72 persen), kurang memedulikan permasalahan keamanan (50,3 persen), tidak berupaya memperbaiki pendidikan (47,37 persen), tidak berusaha meningkatkan kemampuan teknologi (54,55 persen), dan kurang perhatian pada kebudayaan (46 persen). (nasional.kompas, 4 April 2014).
Survei ini dilakukan oleh USBI dalam kurun Februari-Maret 2014. Sampel penelitiannya sebanyak 1.039 responden yang merupakan siswa SMA dan mahasiswa Jabodetabek dengan rentang usia 17-25 tahun. Tingkat kepercayaan dalam survei ini sebesar 95 persen dengan margin of error 3 persen. Pendanaan survei ini sepenuhnya berasal dari USBI. (nasional kompas, 4 April 2014)
Bagaimana proporsi pemilih dengan pengetahuan cukup tentang proses demokrasi dibanding dengan pemuda yang sekedar ikut-ikutan, atau apatis? Bagaimana menyikapi dan memberikan pengetahuan kepada mereka agar mereka mau sama-sama mengawal dan berpartisipasi berperan dalam pemilu 2024 agar demokrasi yang jujur dan adil dapat tercapai?
Meski hal ini merupakan bagian dari proses demokrasi namun, pembiaran cara berfikir mereka adalah juga hal yang keliru. Dibutuhkan strategi dan cara lebih efektif agar semua masyarakat dapat terlibat dalam pesta demokrasi tersebut dengan cerdas berjamaah.